a girl with a thousands dream called Hani. knows me? talk to me first. it's okay, i'm not going to bite you. ( more..? )
flavors . facebook . twitter . tumblr

Exchange Link Open ask me @ tagboard.

[+] Follow Affies

Posted on: Saturday, September 8, 2012 @ 3:36 AM | 0 comment(s)
[Cerpen] Sang Malaikat.


Aku berjalan di keheningan malam. Disaat dinginnya malam menusuk tulang, aku tetap terus berjalan sambil berharap bahwa besok lebih baik dari hari ini. Huft, hari ini amat sulit. Aku kena marah boss-ku karena hasil kerjaku yang tidak baik-bisa dibilang kurang memuaskan. Aku telat pergi ke kedai untuk menyelesaikan pekerjaanku yang lain, bukan sapaan selamat siang yang kuterima justru malah sebuah hinaan karena aku telat datang ke kedai. Yah, mau bagaimana lagi. Ini semua salahku.
Tiba-tiba seseorang menepuk bahuku. Tampan, tinggi, penuh wibawa. Tapi...mengapa malam-malam begini ia disini? Apa jangan-jangan dia orang yang jahat yang akan.....tidak. Jangan berprasangka buruk dulu sebelum kau mengetahuinya. Tetapi dia belum juga memulai pembicaraan. “Siapa kau? Mm, mengapa kau malam-malam berada disini?” tanyaku. “Aku hanya ingin menemanimu, tidak pantas jika wanita berjala sendiri ditengah malam.” Jawabnya. “Kau tidak perlu menemaniku, aku sudah terbiasa.” Ujarku. “Aku diutus untuk menjagamu.” Dia kembali menjawab. Apa? Menjagaku? Apa maksud kata-katanya?
Seketika, setelah lelaki itu menepuk bahuku, aku tak lagi merasakan dingin itu. Dingin yang menusuk tulang. Aku merasa hangat. Dia bertanya, “sudahkah kau merasa hangat?”. Aku terdiam. Mengapa dia bertanya seperti itu? Apakah dia bisa membaca pikiranku? Ah tidak mungkin. Aku menoleh padanya, aku sedikit mengangkat kepala keatas untuk dapat melihatnya dengan lebih jelas. Dia tersenyum. Senyum yang sangat manis. Aku tetap terdiam dan memilih tak menjawab pertanyaan itu. Tak terasa, aku sudah sampai dirumah. “Pulanglah. Apa kau mau tinggal disini hah?” tanyaku. “Ya. Aku ingin tinggal bersamamu. Bolehkah?”. “Tapi, aku perempuan, dan kau..” jawabku ragu. “Ah tidak tidak. Aku tidak akan melakukan apapun. Aku tidak akan menyentuhmu. Aku bisa tidur dimana saja, dan yang jelas, aku tidak merepotkan.” Candanya sambil tersenyum. Aku terdiam. “Emm, baiklah. Berjanjilah padaku jika kau tidak akan melakukan apapun. Janji?”. “Aku berjanji” ucapnya. Aku membawanya masuk ke dalam rumah.


“Ini kamarku. Disini terdapat dua kamar. Kau bisa tidur di kamar tamu. Jika kau merasa haus, disana dapurnya. Dan jika kau ingin ke kamar mandi, di dalam kamarmu sudah ada kamar mandi, jadi kau tak perlu keluar kamar.” Ujarku panjang lebar. Dia hanya mengangguk. Aku menoleh ke arlojiku. “Sudah jam setengah 12. Ini sudah malam, aku lelah.” Ucapku dengan letih. “Baiklah, selamat malam” ucapnya dengan lembut. Aku mengangguk dan menutup pintu kamarku.
Kudengarkan sedikit kegaduhan dikamar sebelah. Apa yang dilakukannya? Aku penasaran, tapi jika aku masuk kamarnya, aku merasa tak enak. Aku menutupi tubuhku dengan selimut rapat rapat sambil mencoba memejamkan mataku. Sekali lagi. Aku berharap esok lebih baik dari hari ini.
“Selamat pagi” ucapnya. Aku mengusap-usap mataku. “Ah, iya. Selamat pagi” jawabku. “Aku buatkan sarapan untukmu, makanlah.” Tawarnya. “Ah, rupanya kau bisa memasak. Aku kira lelaki setampan dirimu itu tak pernah bisa dalam dunia masak-masak.” “Apa kau bilang? Tampan? Terimakasih” dia tersenyum sambil cekikian. Aku hanya tertawa. Aku memulai memakan sandwich yang dibuatnya. “Enak juga, sepertinya kau harus membuatkanku sandwich setiap hari hahaha” candaku. “Boleh juga, aku tak keberatan.” Katanya sambil tersenyum. “Oh ya, sampai sekarang aku belum tau siapa namamu, darimanakah dirimu, dan mengapa kau datang kemari?” tanyaku penasaran. “Pertanyaanmu sangat panjang. Haruskah kujawab satu per satu?” jawabnya. “Harus. Kau harus menjawabnya satu per satu.” Kataku sambil mengunyah potongan sandwich itu. “Baiklah. Namaku Dennis. Sepertinya kau tak perlu tahu aku datang darimana, yang harus kau tahu adalah aku datang untuk menjagamu.” Ucapnya polos tanpa ada rasa malu karena dia berbicara seperti itu. “Lagi-lagi kau berkata seperti. Apa maksud ‘aku datang untuk menjagamu’? Kau bukan malaikat kan?” tanyaku lagi. “Kau akan tahu nanti. Tetaplah bersamaku selama aku masih disini, atau kau akan....menyesal. “ katanya serius. “Kenapa harus menyesal? Kau terlalu GR!” candaku. “Tidak, aku tidak GR. Kau akan tahu yang sebenarnya nanti. Tenang saja. Hanya saja, kau perlu berjanji padaku bahwa kau akan selalu bersamaku. Disisiku.” Katanya. “Baik baik. Aku akan terus bersamamu. Ber-sa-ma-mu. “tekanku untuk meyakinkan Dennis. “Oya, Karen, setelah ini, kau akan pergi kemana?” Tanya Dennis. “Kau tahu namaku? Atau jangan-jangan kau sudah mengerti bagaimana kehidupanku?” jawabku. “Aku memang sudah tahu. Segalanya tentangmu aku sudah mengerti. Apa kau akan pergi ke Delimited setelah ini?” Tanya Dennis. “Iya, kau akan mengantarkanku?” tanyaku ragu. “Why not?”. Ucapnya. “You don’t even bring your car, Dennis.” Kataku. “Aku sudah membawanya. Itu” katanya sambil menunjuk mobil yang terparkir di depan rumah. “Sejak kapan kau membawa mobil itu? Seingatku tadi malam kau berjalan kaki bersamaku kan?” tanyaku dengan kaget. “Sudahlah. Kau tak perlu tahu bagaimana aku membawa mobil itu kemari. Cepat mandi dan aku akan mengantarmu. Kau pikir hanya kau saja yang punya urusan, aku juga.” “Dasar orang aneh! Iyaa, aku mengerti.” Ucapku sambil merengut seraya masuk kamar.
“Terimakasih, Dennis.” Ucapku sambil tersenyum. “Jam berapa kau pulang, Karen?” Tanyanya. Kau tidak perlu menjemputku disini. Kau bisa menjemputku nanti sekitar jam 10 malam di La Pasta Café. Kalau kau tidak bisa menjemput tidak apa-apa. Aku akan naik subway.” Kataku. “Kau tak perlu naik subway. Ada aku disini. Baik aku akan menjemputmu nanti malam. Selamat bekerja Karen, semoga harimu menyenangkan!” ucap Dennis setengah berteriak kepadaku. “Terimakasih” senyumku padanya.
Tepat jam 10 malam, Dennis menjemputku. “Bagaimana harimu, Karen?” tanyanya saat aku masuk mobil. “Hari ini amat menyenangkan, walaupun aku tetap kena marah oleh boss-ku, tapi tidak mengapa. Hal itu sudah biasa.” Ceritaku padanya. “Mau makan malam, Karen?” Tanya Dennis. “Aku ingin kita makan malam dirumah. Aku ingin makan masakanmu.” Ucapku sambil sedikit malu. Ku harap Dennis tak melihatku. “Tak usah malu Karen, haha. Baiklah, aku akan masakkan untukmu. Makan malam apa yang kau inginkan?” Tanya Dennis. “Something special for me.” “Baiklah. Aku akan masakkan makanan special hanya untuk Karen” ucap Dennis. Aku hanya tertawa.
“Taraaaa, sup daging special hanya untuk Karen” kata Dennis. “Haha. Kalau tidak enak, aku tak mau makan dan kau harus membuatkan ku lagi yang baru.” Ancamku. “Baik, aku siap membuatkanmu lagi.” Ucapnya polos. Aku hanya bercanda, dan ingin tahu seberapa pentingkah diriku baginya sampai dia harus membuatkan sup untukku berkali-kali. Aku sudah menyuruhnya membuat sup sampai 3 kali, dan dia tetap membuatkanku sup yang enak. Apa yang membuatnya begitu menuruti apa yang aku katakan?
“Ah aku kenyang memakan supmu. Yang terakhir itu yang enak. Amat enak.” Ucapku sambil tersenyum. Dia balas tersenyum. “Terimakasih. Aku memang berbakat bukan?” candanya. Aku tertawa. “Aku ingin tidur” kataku. “Tidurlah. Mimpi indah Karen..” katanya lembut. “Kau juga, Dennis.” Aku masuk kamar. Aku benar-benar bingung mengapa Dennis berbuat seperti itu seakan ia akan memberikan segalanya yang ia punya padaku. Mengapa dia memintaku agar dia bisa tinggal bersamaku? Mengapa dia menemaniku malam itu? Mengapa dia rela mengantarkanku dan menjemputku? Mengapa dia rela memasakkanku sup hingga 3 kali? Aku benar benar bingung.
“Selamat pagi, Karen” ucap Dennis sambil kembali menyiapkan sarapan untukku. “Selamat pagi” balasku sambil tersenyum. “Kau buatkan aku sarapa apa pagi ini?” “Roti panggang selai coklat, kau suka kan?” katanya. “Aku suka sekali” jawabku sambil tersenyum bahagia. “Makanlah yang banyak, hahaha.” Ucapnya bahagia. “Kau berangkat jam berapa Karen?” tanyanya. “Aku berangkat agak siang, sekitar jam 12. Jika kau ada urusan duluan, kau tak perlu mengantarku.” Ucapku. “Aku akan pergi sebentar setelah ini, kemudian kau akan kujemput jam 12 tepat. Jadi jam 12, kau sudah harus siap, oke?” katanya. “Apakah aku tidak merepotkanmu? Aku yakin kau pasti juga masih punya banyak urusan, Dennis. Kau tak perlu mementingkan diriku.” Aku berucap. “Kau penting bagiku, Karen. Sudahlah tidak apa-apa. Lagi pula urusanku tidak begitu penting, ya?” ujar Dennis. “Baiklah” aku hanya menurut. Sebentar, apa katanya? Aku penting baginya? Sebegitu pentingyakah aku di matanya?
Dennis sudah pergi. Aku penasaran apa yang ada dikamarnya. Perlahan aku masuk kedalam kamarnya dan kutemukan sebuah tas. Kubuka dan..sebuah catatan? Atau justru, sebuah diary. Tertulis disana kebahagiannya turun ke bumi dan akhirnya bertemu denganku di malam itu. Disana tertulis “Entah di malam itu, mungkin aku adalah seorang malaikat paling bahagia yang pernah ada. Aku menemukan seseorang yang benar-benar kucinta. Aku menghangatkannya dan berusaha agar debu-debu dan pasir yang terdesir angin itu tak akan menyentuhnya sedikitpun. Aku berusaha untuk selalu membahagiakannya. Aku berusaha membuatnya senang. Aku berusaha disetiap dia menangis aku ada disana untuk usap airmatanya. Walau sayapku akan hilang, tapi aku tak peduli. Aku telah temukan cintaku. Cintaku yang sebenarnya, yang belum pernah aku temukan di surga. Biarkan aku selalu ada untuknya hingga nafas ini berhenti. Biarkan selalu aku yang membuatnya tersenyum, Tuhan. Aku benar-benar ingin menjadi malaikat hidupnya.
Tiba-tiba pintu terbuka. Dennis pulang, dan aku...menangis. Aku segera memeluk Dennis, berusaha agar tidak pernah jauh darinya. Aku tahu kesungguhan cintanya. Aku tahu mengapa dia selalu berusaha ada didekatku. Aku tahu mengapa dia rela melakukan apapun demi aku. Aku tahu seberapa besar cintanya padaku.
“Jadi, kau sudah tahu siapa aku?” katanya sambil diusapnya airmataku. Aku kembali memeluknya erat. “Biarkan aku yang jadi malaikatmu, Karen. Tak peduli jika sayapku hilang, tak peduli aku kehilangan hidup abadiku, aku tetap bahagia, karena hidupku selamanya adalah bersamamu.” Aku menangis. Dan memeluknya erat. “Tetaplah bersamaku, Dennis.”

Labels:

Back to top


Copyright ©. Layout by SekarYoshioka. Header : Pixiv and edited by SekarYoshioka. Please view it with Google Chrome 1024*768. All rights reserved.